Peranan Pemancar Gelombang Radio YBJ-6 Pada PDRI

Rabu, 18 Desember 2024 : Desember 18, 2024

 

Pemancar gelombang radio YBJ-6 yang mengudara memberi kabar Indonesia masih eksis

Peranan Pemancar Gelombang Radio YBJ-6 Pada PDRI

Oleh : Nuswirsyah-YD5AKI

 

Bukittinggi, winsbnews- Pada masa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Kota Bukittinggi berperan sebagai “Kota Perjuangan” dan sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan sebutan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk pada tanggal 19 Desember 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara.

Peristiwa itu menunjukkan kepada kita semua, bahwa membela negara tidak hanya dilakukan oleh militer dengan kekuatan senjata, tetapi juga dilakukan oleh setiap warga negara dengan kesadarannya sebagai pejuang mempertahankan bangsa dan Negara.

Salah satunya, Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) berjiwa patriot tetap melekat di dada seluruh anggota Orari, maka dari itu Orari lokal (Orlok) Bukittinggi Agam-YH5AK selalu mengenang dan memperingati hari bersejarah Bangsa Indonesia dan juga bersejarah bagi amatir radio. Karena kita bisa menyampaikan berita ke seluruh dunia dengan menggunakan pemancar gelombang radio YBJ-6 yang diterima pemancar gelombang radio VWX-2 di New Delhi-India, bahwa “Negara Indonesia Masih Ada.”

Dari sisi amatir radio, kejadian inilah yang kita memperingatinya setiap tahun. Karena momen ini berhubungan erat dengan kegiatan amatir radio, bahwa kejadian pada waktu itu dengan mempergunakan peralatan manual tidak seperti di masa kini yang mempergunakan peralatan serba digital. Seakan-akan kejadian ini kita kembalikan memorinya.

Peran Amatir Radio Indonesia sangat strategis dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, antara lain sebagai alat komunikasi para pejuang kemerdekaan dan menyiarkan Proklamasi ke seluruh dunia. Dalam kode etik amatir radio, yaitu amatir radio adalah patriot yang artinya selalu siap sedia dengan pengetahuan dan stasiun radionya untuk mengabdi kepada Negara dan masyarakat

Kutipan Sersan Mayor Sutiardi, petugas Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma:2020 dengan detail menjelaskan, tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi kedua terhadap Negara Republik Indonesia seperti yang dialami kota-kota lainnya, maka Kota Bukittinggi merupakan ibukota Provinsi Sumatera juga dapat serangan bom dan senapan mesin dari udara.

Sasaran utamanya adalah perkantoran Pemerintah dan stasiun radio, serangan pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 sebagian pemancar hancur, tetapi pemancar gelombang radio YBJ-6 selamat. Sedangkan tidak seberapa jauh dari kakinya tergeletak sebuah bom yang tidak meledak.

Malam harinya pemancar gelombang radio YBJ-6 dikeluarkan oleh serombongan pemuda PTT (AMPTT) dipimpin oleh Kepala Urusan Radio Kantor Tehnik PTT daerah Sumatera Tengah.

Setelah dilengkapi baik material maupun tenaga, maka rombongan bergerak mundur ke pedalaman langsung dibawah pimpinan Kepala Urusan Radio Kantor Tehnik PTT daerah Sumatera Tengah (Ds.Ardiwinata).

Tujuan pertama yaitu Halaban perkebunan teh di lereng gunung Sago daerah Payakumbuh, esok malamnya tiba di markas Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan atas perintah PDRI rombongan berangkat lagi menuju Pauh Tinggi masih di sekitar gunung Sago.

Sorenya pemancar gelombang radio YBJ-6 sudah dapat berhubungan dengan pemancar lainnya untuk menyampaikan instruksi mengenai pengamanan dan penyingkiran pemancar ke tempat yang lebih aman, karena Bukittinggi dan Baso telah diduduki musuh, maka oleh PDRI diperintahkan untuk berangkat ke Bangkinang kemudian diubah menuju Lintau.

Dalam penyingkiran pemancar gelombang radio ini mengalami bermacam-macam kendala, hal ini karena sulitnya medan yang akan dilalui. Hubungan Yogyakarta dengan India terputus, maka pemancar gelombang radio YBJ-6 segera mengambil alih tugas tersebut dan memanggil pemancar gelombang radio India VWX-2 di New Delhi.

Seminggu lamanya pemancar gelombang radio YBJ-6 memanggil tanpa hasil karena India sedang monitor dengan Hongkong, Sidney dan stasiun lainnya, akhirnya setelah beberapa hari terus menerus memanggil pemancar gelombang radio VWX-2. Maka pada tanggal 17 Januari 1949 pemancar India ini menerima panggilan pemancar gelombang radio YBJ-6.

Bila pemancar gelombang radio VWX-2 berada dalam kota dengan peralatannya yang sempurna, maka pemancar gelombang radio YBJ-6 berada di tengah-tengah Bukit Barisan dengan segala kesederhanaannya.

PDRI dan Gubernur Militer segera diberitahukan tentang adanya hubungan tersebut, telegram-telegram untuk perwakilan Republik Indonesia di New Delhi dari pimpinan PDRI Mr.Syafruddin Prawiranegara mengenai masalah Indonesia untuk disampaikan ke PBB telah bisa dikirim. Salah satu telegram itu adalah mengenai pengangkatan Mr.Maramis sebagai Menteri Luar Negeri berkuasa penuh dari PDRI.

Dua hari kemudian beliau berpidato melalui corong "All India Radio" memberitahu pengangkatannya kepada dunia dan seluruh rakyat Indonesia serta menyampaikan beberapa pesan Nehru untuk PDRI.

Musuh menyerbu Halaban dari arah Payakumbuh, pemancar gelombang radio YBJ-6 segera dipindahkan ke sebuah desa di lembah batang Sinamar. Perjalanan pemindahan penuh bahaya dan resiko karena harus menyeberangi sebuah sungai yang dihubungi oleh sebuah jembatan gantung usang dari kayu.

Pemancar gelombang radio YBJ-6 yang harus dipikul oleh 8 sampai 10 orang, berhasil diseberangkan hanya oleh 4 orang pemuda kampung (BPNK) yang sudah biasa melalui jembatan tersebut sambil membawa barang.

Berdasarkan hal tersebut diatas dan adanya hubungan langsung dengan India, pihak Belanda rupanya selalu memantau kegiatan pemancar gelombang radio YBJ-6. Syukur lah sebelumnya pemancar gelombang radio YBJ-6 sempat dipindahkan ke lokasi lain yang lebih aman, pasukan Belanda yang dikerahkan di front sekitar pemancar gelombang radio YBJ-6 dapat dipatahkan berkat perlawanan gigih TNI beserta rakyat.

Belanda mundur sampai ke belakang garis pertahanan hanya kira-kira 1 kilometer dari lokasi pemancar gelombang radio YBJ-6, tetapi berkat lindungan Tuhan, pemancar gelombang radio YBJ-6 dapat di selamatkan.

Dengan dimulainya perundingan dengan Belanda serta dikembalikannya Kota Yogyakarta kepada Republik Indonesia, pemancar gelombang radio YBJ-6 mengadakan kontak langsung dengan Yogyakarta.

Setelah adanya perkembangan normalisasi keamanan, bulan Desember tahun 1949 pemancar gelombang radio YBJ-6 kembali ke Bukittinggi. Bulan Januari 1950 pemancar gelombang radio YBJ-6 bertugas dan mengudara kembali di Bukittinggi dengan segala kemampuannya.

Mohd. Gempita yang dipublish Factur dalam publikasinya di laman p2tel.or.id, menguraikan tentang pemancar gelombang radio YBJ-6, pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), pemancar gelombang radio YBJ-6 melakukan perjuangan gerilya yang dimulai dari Kota Bukittinggi. Dengan pemancar gelombang radio YBJ-6 inilah, maka pada tanggal 25 Januari 1949 nota telegram Ketua PDRI tentang pengangkatan Mr.Maramis sebagai Menteri Luar Negeri dikawatkan ke New Delhi melalui pemancar gelombang radio VWX-2 milik India. Nota itu dikirimkan oleh pejuang gerilya pemancar gelombang radio YBJ-6 dari Kampung Bodi di Tangah Padang, Balai Tangah, Lintau, Sumatera Barat.

Pemancar gelombang radio YBJ-6 ini merupakan pemancar radio telekomunikasi dengan teknologi High Frequency (HF) yang berfungsi mengirim informasi kepada si penerima melalui station radio telekomunikasi lainnya dengan menggunakan "teknologi morse dan broadcast."

Informasi yang dikirim dari pemancar gelombang radio YBJ-6 hanya dapat diterima oleh pegawai di stasiun radio telekomunikasi yang dituju. Selanjutnya pegawai stasiun radio yang dituju akan menyerahkan kepada si penerima dalam bentuk surat telegram untuk dibaca. 

Sebagai bukti sejarah memperjuangkan Negara Indonesia, peralatan pemancar gelombang radio YBJ-6 kini disimpan di dalam Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma jalan Panorama nomor 24 Kelurahan Kayu Kubu Kecamatan Guguak Panjang Kota Bukittinggi..

Share this Article